Rabu, 29 April 2009

badai matahari

Badai Matahari atau solar storm bila mengarah ke Bumi dapat menimbulkan gangguan pada lingkungan Bumi. Dari gangguan pada kinerja satelit, pesawat antariksa, sistem navigasi pesawat terbang, komunikasi radio, hingga melumpuhkan jaringan listrik dalam skala luas.

Dewasa ini manusia sangat bergantung pada teknologi tinggi untuk mempermudah kehidupan sehari-hari. Namun, ketergantungan ini bukannya tanpa bahaya.

Ambil contoh baru-baru ini. Ketika pasokan energi listrik ke Jakarta terputus karena adanya suatu gangguan, maka timbul kemacetan di mana-mana lantaran lampu lalu lintas tak berfungsi. Ternyata, manusia modern tidak bisa lagi hidup berkelompok secara teratur tanpa bantuan teknologi.

Teknologi tinggi sangat riskan terhadap amukan badai Matahari. Untuk mengurangi dampak dari badai Matahari atau gangguan antariksa lainnya, dunia internasional saling bahu-membahu dalam program cuaca antariksa (space weather).

Gangguan jaringan listrik

Ledakan matahari (flare) kadang-kadang disertai pelontaran massa korona (Coronal Mass Ejection/CME). Peristiwa ini membangkitkan badai magnetik (magnetic storm) sangat kuat bila berinteraksi dengan medan magnet Bumi.

Selama interaksi terjadi, partikel bermuatan dalam jumlah besar dari Matahari terperangkap masuk ke dalam medan magnet Bumi melalui pintu kutub-kutub Bumi. Peristiwa ini kemudian membangkitkan arus listrik sangat kuat, disebut geomagnetically induced currents (GIC), yang bisa mengalir pada jaringan listrik tegangan tinggi dan menimbulkan kerusakan pada sistem interkoneksi.

Menurut hasil pengukuran saat terjadi badai magnetik, kuat arus induksi itu bisa mencapai 100 Ampere. Indikasi terjadinya arus induksi kuat pada daerah kutub ini ditandai dengan kemunculan aurora yang indah. Suatu fenomena alam yang sangat menakjubkan, namun bisa mengancam fasilitas-fasilitas publik yang menggunakan teknologi tinggi. Semakin kuat badai magnetik, semakin kuat pula cahaya aurora yang dipancarkan. Artinya, semakin besar kemungkinan kerusakannya.

Badai magnetik pernah melumpuhkan seluruh jaringan listrik sistem Hydro Quebec pada 13 Maret 1989, yang memasok listrik di Kanada dan Amerika Serikat. Padamnya listrik telah merugikan sekitar 6 juta penduduk.

Peristiwa tersebut mengejutkan, namun menjadi pelajaran penting bagi upaya peningkatan keandalan sistem distribusi energi listrik sehingga lebih mampu bertahan terhadap amukan badai Matahari. Badai Matahari luar biasa dahsyat pernah terjadi pada akhir Oktober 2003. Namun, berkat adanya sistem peringatan dini antariksa dan teknologi yang lebih andal, dampak badai Matahari terhadap jaringan listrik di kawasan sekitar kutub bisa diminimalkan.

Pengaruh badai magnetik terhadap kawasan ekuator diyakini tidak akan merusak sistem jaringan listrik tegangan tinggi. Padamnya listrik di Jakarta beberapa waktu lalu yang diakibatkan adanya gangguan pada sistem interkoneksi Jawa-Bali, dipastikan bukan dipicu oleh peristiwa badai Matahari. Apalagi, pada saat itu badai Matahari pun tidak terjadi.

Peringatan dini antariksa

Bencana yang menimpa sistem Hydro Quebec menyampaikan pesan penting. Sumber bencana bukan hanya berasal dari peristiwa di Bumi sendiri, seperti gunung meletus, gempa bumi, tsunami, atau lainnya. Tetapi juga dari luar Bumi, yaitu Matahari.

Karena itulah, kini banyak negara melakukan studi intensif terhadap perilaku aktivitas Matahari dan efeknya terhadap lingkungan Bumi. Observatorium pun diluncurkan ke ruang angkasa untuk memonitor aktivitas Matahari serta kondisi lingkungan di sekitar Bumi.

Observatorium antariksa penting yang menunjang program cuaca antariksa antara lain Solar and Heliospheric Observatory (SOHO) dan satelit seri GOES (Geostationary Operational Environment Satellite). Pesawat SOHO ditempatkan pada titik Lagrange 1, yaitu titik paling stabil di antara Bumi-Matahari sejauh 1,5 juta kilometer dari Bumi. Karena terletak segaris dengan Bumi-Matahari, pesawat ini mampu memberikan informasi lebih dini dan akurat sebelum badai matahari sampai di Bumi.

Untuk memantau perilaku medan magnet Bumi ketika terjadi badai Matahari, dibangun jaringan detektor medan magnet (magnetometer). Di antaranya adalah Circum-pan Pacific Magnetometer Network (CPMN) dan MAGDAS.

Termasuk dalam jaringan CPMN dan MAGDAS yaitu beberapa magnetometer yang ditempatkan di stasiun-stasiun Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Badan Geofisika dan Meteorologi (BMG). Misalnya, magnetometer di Stasiun Pengamat Dirgantara Biak telah beroperasi sejak tahun 1992. Data magnetometer jangka panjang (13 tahun) dengan pengamatan setiap satu detik ini merupakan aset berharga bagi penelitian dampak badai Matahari terhadap lingkungan Bumi.

Selain itu, berbagai jenis teleskop dibangun di permukaan Bumi untuk membentuk jaringan global pemantau Matahari selama 24 jam. Dalam kaitan ini, Stasiun Pengamat Matahari Watukosek telah memberikan kontribusi dalam bentuk analisis aktivitas Matahari sejak 1987. Hasil analisis dikirimkan setiap bulan ke Sunspot Index Data Center (SIDC), sekarang menjadi Solar Index Data Analysis Center (SIDAC) di Belgia.

Untuk mewujudkan suatu sistem peringatan dini antariksa, data observasi saja tidak cukup. Tim Penelitian Matahari Watukosek pun merancang, membuat, dan mengembangkan simulasi komputer untuk menirukan proses-proses fisika dalam sistem Matahari-Bumi. Antara lain, simulasi badai Matahari, penjalarannya di ruang antarplanet, serta interaksinya dengan magnetosfer Bumi.

Negara-negara di daerah ekuator dan lintang menengah lebih beruntung daripada negara-negara di sekitar kutub Bumi karena pengaruh badai Matahari lebih lemah sehingga tidak sampai membuat kerusakan pada sistem jaringan listrik tegangan tinggi.

Meski demikian, untuk meningkatkan ketahanan sistem jaringan listrik di Indonesia, perlu dirintis kerja sama penelitian antarinstansi. Misalnya, penelitian untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh badai Matahari terhadap efisiensi transmisi energi listrik melalui jaringan tegangan tinggi.

BACHTIAR ANWAR Anggota Tim Penelitian Matahari Watukosek, Lapan

jaringan tegangan tinggi

Interkoneksi dan Transmisi Tenaga listrik

Pembangunan dalam sektor industri pada saat ini, sebenarnya merupakan kelanjutan pembangunan dari sektor-sektor lainnya yang telah dilakukan pada PJP I yang lalu. Pada PJP II ini pembangunan sektor industri diarahkan untuk menuju kepada kemandirian perekonomian nasional, meningkatkan kemampuan bersaing dan menaikkan pangsa pasar baik pangsa pasar dalam negeri maupun pangsa pasar luar negeri. Untuk dapat melakukan pembangunan sektor industri, masalah tenaga listrik merupakan salah satu faktor penentu yang harus diperhatikan dengan cermat. Kenaikan penyediaan tenaga listrik (daya terpasang kumulatif) sejak awal Pelita I sampai dengan akhir PJP I yang lalu, tampaknya merupakan indikasi keseriusan pemerintah untuk melakukan pembangunan sektor industri, seperti yang tampak pada grafik (terlampir).

Ketersediaan tenaga listrik selama PJP I yang meningkat pesat dengan laju pertumbuhan rata-rata 12,4 % per tahun dan pada akhir PJP I meningkat menjadi 17,5 % per tahun melebihi angka yang direncanakan yaitu 14,6 % per tahun. Laju pertumbuhan konsumsi tenaga listrik di Indonesia ternyata di atas angka rata-rata di Asia yang hanya sekitar 7,9 % per tahun dan jauh di atas rata-rata petumbuhan konsumsi tenaga listrik dunia yang hanya sekitar 3,6 % per tahun. Laju pertumbuhan tenaga listrik yang tinggi ini dapat dicapai dengan mengembangkan sistem jaringan terpadu.

Pengembangan sistem jaringan terpadu meliputi sistem interkoneksi pusat-pusat pembangkit tenaga listrik yang ada serta membangun sistem transmisi dari pusat pembangkit ke gardu induk. Pada saat ini interkoneksi di Indonesia baru dilaksanakan di Pulau Jawa, yaitu dengan sistem tegangan tinggi (75 kV dan 150 kV) serta tegangan ekstra tinggi (500 kV) yang menghubungkan beberapa PLTA dan PLTU yang terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu antara pusat pembangkit di Suralaya, Saguling, Semarang, Gresik dan Paiton. Sedangkan sistem distribusi (penyaluran) di Indonesia saat ini menggunakan tegangan 20 kV untuk primer dan 220/380 V untuk sekunder dengan frekuensi 50 Hz. Tujuan dari sistem interkoneksi dan transmisi secara terpadu ini antara lain untuk meningkatkan kemampuan suplai tenaga listrik, agar pada saat terjadi gangguan pada salah satu pusat pembangkit tidak terlalu berpengaruh pada konsumen. Sebagai contoh gangguan adalah pada PLTA yang sangat dipengaruhi oleh debit air, tandon air, limpahan dan daya muatnya. Sedangkan pada PLTU gangguan dapat berasal dari efisiensi kerja ketel uap, turbin dan sistem peralatan lainnya.

Sistem interkoneksi dan transmisi tersebut sering pula dinamakan dengan sistem Saluran Udara Tegangan (Ekstra) Tinggi yang sering disingkat dengan SUTET. Sistem interkoneksi dan transmisi tersebut saat ini memang harus dilakukan agar sistem jaringan terpadu dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga listrik dapat dicapai. Namun dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang masalah keselamatan kerja dan keselamatan lingkungan, maka masalah interkoneksi dan transmisi (SUTET) dengan tegangan tinggi atau ekstra tinggi menjadi suatu persoalan yang harus diperhatikan dengan cermat apabila jaringan tegangan tinggi tersebut melewati daerah permukiman. Kasus jaringan tegangan tinggi yang melewati daerah Gresik dan daerah Parung kiranya dapat menjadi pelajaran yang menarik untuk perencanaan interkoneksi dan transmisi pada masa mendatang. Apa yang menyebabkan masyarakat menjadi cemas bila daerahnya dilewati jaringan tegangan tinggi, tidak lain adalah karena rasa khawatir dan takut terkena radiasi tegangan tinggi. Apa sebenarnya radiasi tegangan tinggi tersebut akan dibahas pada uraian berikut ini.

Apakah Radiasi Tegangan Tinggi itu?

Masalah radiasi tegangan tinggi sebenamya sudah sejak lama dipikirkan oleh para ahli, paling tidak semenjak James Clark Maxwell mengumumkan teorinya tentang :A dynamic theory of the electromagnetic field, suatu teori revolusioner tentang pergeseran arus yang diramalkan dapat menimbulkan gelombang elektromagnet yang merambat dengan kecepatan cahaya. Pada waktu teori tersebut diumumkan (tahun 1865) Maxwell belum menyebutnya sebagai suatu radiasi seperti yang kita kenal saat ini. Secara teoritis elektron yang membawa arus listrik pada jaringan tegangan tinggi akan bergerak lebih cepat bila perbedaan tegangannya makin tinggi. Elektron yang membawa arus listrik pada jaringan interkoneksi dan juga pada jaringan transmisi, akan menyebabkan timbulnya medan magnet maupun medan listrik. Elektron bebas yang terdapat dalam udara di sekitar jaringan tegangan tinggi, akan terpengaruh oleh adanya medan magnet dan medan listrik, sehingga gerakannya akan makin cepat dan hal ini dapat menyebabkan timbulnya ionisasi di udara. Ionisasi dapat terjadi karena elektron sebagai partikel yang bermuatan negatif dalam gerakannya akan bertumbukan dengan molekul-molekul udara sehingga timbul ionisasi berupa ion-ion dan elektron baru. Proses ini akan berjalan terus selama ada arus pada jaringan tegangan tinggi dan akibatnya ion dan elektron akan menjadi berlipat ganda terlebih lagi bila gradien tegangannya cukup tinggi. Udara yang lembab karena adanya pepohon di bawah jaringan tegangan tinggi akan lebih mempercepat terbentuknya pelipatan ion dan elektron yang disebut dengan avalanche. Akibat berlipatgandanya ion dan elektron ini (peristiwa avalanche) akan menimbulkan koronaberupa percikan busur cahaya yang seringkali disertai pula dengan suara mendesis dan bau khusus yang disebut dengan bau ozone. Peristiwa avalanche dan timbulnya korona akibat adanya medan magnet dan medan listrik pada jaringan tegangan tinggi inilah yang sering disamakan dengan radiasi gelombang elektromagnet atau radiasi tegangan tinggi.

Berbahayakah Radiasi Tegangan Tinggi itu?

Secara umum setiap bentuk radiasi gelombang elektromagnet dapat berpengaruh terhadap tubuh manusia. Sel-sel tubuh yang mudah membelah adalah bagian yang paling mudah dipengaruhi oleh radiasi. Tubuh yang sebagian besar berupa molekul air, juga mudah mengalami ionisasi oleh radiasi. Seberapa jauh pengaruhnya terhadap tubuh manusia, tergantung pada batas-batas aman yang diizinkan. Sebagai contoh untuk radiasi nuklir yang aman bagi manusia (untuk pekerja radiasi) adalah dosis di bawah 5000 mili Rem per tahun, sedangkan untuk masyarakat umum adalah 10 % dari harga tersebut. Lantas bagaimanakah dengan batasan aman untuk radiasi tegangan tinggi?

Grafik Sejauh ini batasan aman untuk radiasi tegangan tinggi masih terus diteliti dan para ahli di seluruh dunia masih belum sampai kepada kata sepakat tentang batasan aman tersebut. Penelitian pengaruh radiasi tegangan tinggi sejauh ini baru diketahui akibatnya terhadap binatang percobaan di laboratorium. Radiasi tegangan tinggi (radiasi elektromagnet) ternyata mempengaruhi sifat kekebalan (imun) tikus-tikus percobaan. Apakah radiasi tegangan tinggi juga bersifat cocarcinogenik (merangsang timbulnya kanker), ternyata masih dalam taraf dugaan saja, karena tikus-tikus percobaan yang dikenai radiasi tegangan tinggi tidak ada yang menjadi terserang kanker, walaupun diramalkan kemungkinan terkena kanker dapat meningkat karenanya. Memang terdapat perbedaan antara manusia dan tikus, sehingga penelitian terhadap tikus-tikus tersebut mungkin lain hasilnya terhadap manusia. Walaupun demikian, usaha manusia untuk mengurangi dampak teknologi berupa jaringan interkoneksi dan transmisi tegangan tinggi yang dapat menimbulkan kemungkinan terkena radiasi tegangan tinggi tetap perlu dilakukan, agar diperoleh kepastian mengenai harga batas aman bagi manusia.

Satuan untuk mengukur radiasi tegangan tinggi tidaklah sama dengan satuan untuk radiasi nuklir yang menggunakan satuan REM, singkatan Rontgen Equivalent of Man. Satuan radiasi tegangan tinggi masih menggunakan satuan Weber/meter2, yaitu satuan flux dalam sistem mks. Mengingat bahwa l Weber/m2 sama dengan 104 gauss, sedangkan satuan untuk induksi magnetik telah ditentukan dengan satuan Tesla yang besarnya sama dengan 104 gauss, maka satuan radiasi tegangan tinggi dapat juga menggunakan satuan Tesla yang identik dengan Weber/m2.

Walaupun belum ada kata sepakat untuk menentukan batas aman bagi radiasi tegangan tinggi, namun Amerika Serikat sebagai negara industri yang banyak menggunakan jaringan tegangan tinggi, telah menetapkan batas aman sebesar 0,2 mikro Weber/m2. Sedangkan Rusia (bekas Uni Sovyet) menetapkan batas aman radiasi tegangan tinggi dengan faktor 1000 lebih rendah dari yang telah ditetapkan Amerika Serikat. Adanya perbedaan penetapan batas aman ini disebabkan karena penelitian mengenai dampak radiasi tegangan tinggi terhadap manusia masih belum selesai dan masih terus dilakukan. Hal menarik dari penentuan harga batas aman tersebut adalah bahwa Amerika Serikat yang menetapkan harga batas aman tersebut adalah Radiation Protection Board, sedangkan di Rusia oleh Ministry Of Health (Departemen Kesehatan), sedangkan di Australia oleh Australian Radiation Protection Society (ARPS), suatu lembaga non pemerintah. Lantas bagaimanakah dengan di Indonesia? Siapakah yang akan menetapkan harga batas aman radiasi tegangan tinggi? Apakah BATAN, apakah Departemen Perindustrian, apakah Departemen Kesehatan, apakah Menteri Negara Lingkungan Hidup ataukah pihak PLN sendiri yang banyak berkaitan dengan masalah jaringan tegangan tinggi. Masalah ini kiranya perlu segera ditetapkan, mengingat bahwa PLN masih akan membangun jaringan tegangan tinggi sebagai interkoneksi dan transmisi sepanjang 2000 km. Mudah-mudahan penetapan batas aman radiasi tegangan tinggi di Indonesia berdasarkan pertimbangan yang matang, sehingga masyarakat tidak menjadi takut dan khawatir bila daerahnya akan dilewati jaringan tegangan tinggi. Selain dari itu, penjelasan yang transparan dari pihak PLN kepada masyarakat perlu diberikan, agar program interkoneksi dan transimisi dapat berjalan lancar, sehingga program pembangunan sektor industri dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya kesejahteraan masyarakat diharapkan akan dapat meningkat. Semoga.

Ir. Wisnu Arya Wardhana, adalah Widyaiswara BATAN, pengamat dan penulis masalah lingkungan, tinggal di Yogyakarta.
Drs. Supriyono MSc., adalah peneliti BATAN, dosen PATN, tinggal di Yogyakarta.
Ir. Djiwo Harsono MEng., dosen PATN, tinggal di Yogyakarta.

Kamis, 16 April 2009

Cedera Akibat Listrik adalah kerusakan yang terjadi jika arus listrik mengalir ke dalam tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun menyebabkan terganggunya fungsi suatu organ dalam.

Tubuh manusia adalah penghantar listrik yang baik. Kontak langsung dengan arus listrik bisa berakibat fatal. Arus listrik yang mengalir ke dalam tubuh manusia akan menghasilkan panas yang dapat membakar dan menghancurkan jaringan tubuh.
Meskipun luka bakar listrik tampak ringan, tetapi mungkin saja telah terjadi kerusakan organ dalam yang serius, terutama pada jantung, otot atau otak.

Arus listrik bisa menyebabkan terjadinya cedera melalui 3 cara:
  • Henti jantung (cardiac arrest) akibat efek listrik terhadap jantung
  • Perusakan otot, saraf dan jaringan oleh arus listrik yang melewati tubuh
  • Luka bakar termal akibat kontak dengan sumber listrik.

  • PENYEBAB
    Cedera listrik bisa terjadi akibat tersambar petir atau menyentuh kabel maupun sesuatu yang menghantarkan listrik dari kabel yang terpasang.
    Cedera bisa berupa luka bakar ringan sampai kematian, tergantung kepada:
    1. Jenis dan kekuatan arus listrik
      Secara umum, arus searah (DC) tidak terlalu berbahaya jika dibandingkan dengan arus bolak-balik (AC).
      Efek AC pada tubuh manusia sangat tergantung kepada kecepatan berubahnya arus (frekuensi), yang diukur dalam satuan siklus/detik (hertz). Arus frekuensi rendah (50-60 hertz) lebih berbahaya dari arus frekuensi tinggi dan 3-5 kali lebih berbahaya dari DC pada tegangan (voltase) dan kekuatan (ampere) yang sama.
      DC cenderung menyebabkan kontraksi otot yang kuat, yang seringkali mendorong jauh/melempar korbannya dari sumber aurs.
      AC sebesar 60 hertz menyebabkan otot terpaku pada posisinya, sehingga korban tidak dapat melepaskan genggamannya pada sumber listrik. Akibatnya korban terkena sengatan listrik lebih lama sehingga terjadi luka bakar yang berat.
      Biasanya semakin tinggi tegangan dan kekuatannya, maka semakin besar kerusakan yang ditimbulkan oleh kedua jenis arus listrik tersebut.

      Kekuatan arus listrik diukur dalam ampere. 1 miliampere (mA) sama dengan 1/1,000 ampere.
      Pada arus serendah 60-100 mA dengan tegangan rendah (110-220 volt), AC 60 hertz yang mengalir melalui dada dalam waktu sepersekian detik bisa menyebabkan irama jantung yang tidak beraturan, yang bisa berakibat fatal.
      Efek yang sama ditimbulkan oleh DC sebesar 300-500 mA.
      Jika arus langsung mengalir ke jantung, misalnya melalui sebuah pacemaker, maka bisa terjadi gangguan irama jantung meskipun arus listriknya jauh lebih rendah (kurang dari 1 mA).

    2. Ketahanan tubuh terhadap arus listrik
      Resistensi adalah kemampuan tubuh untuk menghentikan atau memperlambat aliran arus listrik.
      Kebanyakan resistensi tubuh terpusat pada kulit dan secara langsung tergantung kepada keadaan kulit. Resistensi kulit yang kering dan sehat rata-rata adalah 40 kali lebih besar dari resistensi kulit yang tipis dan lembab.
      Resistensi kulit yang tertusuk atau tergores atau resistensi selaput lendir yang lembab (misalnya mulut, rektum atau vagina), hanya separuh dari resistensi kulit utuh yang lembab.
      Resistensi dari kulit telapak tangan atau telapak kaki yang tebal adalah 100 kali lebih besar dari kulit yang lebih tipis.

      Arus listrik banyak yang melewati kulit, karena itu energinya banyak yang dilepaskan di permukaan. Jika resistensi kulit tinggi, maka permukaan luka bakar yang luas dapat terjadi pada titik masuk dan keluarnya arus, disertai dengan hangusnya jaringan diantara titik masuk dan titik keluarnya arus listrik.
      Tergantung kepada resistensinya, jaringan dalam juga bisa mengalami luka bakar.

    3. Jalur arus listrik ketika masuk ke dalam tubuh
      Arus listrik paling sering masuk melalui tangan, kemudian kepala; dan paling sering keluar dari kaki.
      Arus listrik yang mengalir dari lengan ke lengan atau dari lengan ke tungkai bisa melewati jantung, karena itu lebih berbahaya daripada arus listrik yang mengalir dari tungkai ke tanah.

      Arus yang melewati kepala bisa menyebabkan:
      - kejang
      - perdarahan otak
      - kelumpuhan pernafasan
      - perubahan psikis (misalnya gangguan ingatan jangka pendek, perubahan kepribadian, mudah tersinggung dan gangguan tidur)
      - irama jantung yang tidak beraturan.
      Kerusakan pada mata bisa menyebabkan katarak.

    4. Lamanya terkena arus listrik.
      Semakin lama terkena listrik maka semakin banyak jumlah jaringan yang mengalami kerusakan.
      Seseorang yang terkena arus listrik bisa mengalami luka bakar yang berat. Tetapi, jika seseorang tersambar petir, jarang mengalami luka bakar yang berat (luar maupun dalam) karena kejadiannya berlangsung sangat cepat sehingga arus listrik cenderung melewati tubuh tanpa menyebabkan kerusakan jaringan dalam yang luas.
      Meskipun demikian, sambaran petir bisa menimbulkan konslet pada jantung dan paru-paru dan melumpuhkannya serta bisa menyebabkan kerusakan pada saraf atau otak.

    GEJALA
    Gejalanya tergantung kepada interaksi yang rumit dari semua sifat arus listrik.
    Suatu kejutan dari sebuah arus listrik bisa mengejutkan korbannya sehingga dia terjatuh atau menyebabkan terjadinya kontraksi otot yang kuat. Kedua hal tersebut bisa mengakibatkan dislokasi, patah tulang dan cedera tumpul.
    Kesadaran bisa menurun, pernafasan dan denyut jantung bisa lumpuh.
    Luka bakar listrik bisa terlihat dengan jelas di kulit dan bisa meluas ke jaringan yang lebih dalam.

    Arus listrik bertegangan tinggi bisa membunuh jaringan diantara titik masuk dan titik keluarnya, sehingga terjadi luka bakar pada daerah otot yang luas. Akibatnya, sejumlah besar cairan dan garam (elektrolit) akan hilang dan kadang menyebabkan tekanan darah yang sangat rendah.
    Serat-serat otot yang rusak akan melepaskan mioglobin, yang bisa melukai ginjal dan menyebabkan terjadinya gagal ginjal.

    Dalam keadaan basah, kita dapat mengalami kontak dengan arus listrik. Pada keadaan tersebut, resistensi kulit mungkin sedemikian rendah sehingga tidak terjadi luka bakar tetapi terjadi henti jantung (cardiac arrest) dan jika tidak segera mendapatkan pertolongan, korban akan meninggal.

    Petir jarang menyebabkan luka bakar di titik masuk dan titik keluarnya, serta jarang menyebabkan kerusakan otot ataupun pelepasan mioglobin ke dalam air kemih.
    Pada awalnya bisa terjadi penurunan kesadaran yang kadang diikuti dengan koma atau kebingungan yang sifatnya sementara, yangi biasanya akan menghilang dalam beberapa jam atau beberapa hari.
    Penyebab utama dari kematian akibat petir adalah kelumpuhan jantung dan paru-paru (henti jantung dan paru-paru).

    DIAGNOSA
    Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

    Untuk memantau denyut jantung korban dilakukan pemeriksaan elektrokardiogram.
    Jika diperkirakan jantung telah menerima kejutan listrik, pemantauan EKG dilakukan selama 12-24 jam.

    Jika korban tidak sadar atau telah mengalami cedera kepala, dilakukan CT scan untuk memeriksa adanya kerusakan pada otak.

    PENGOBATAN
    Pengobatan terdiri dari:
    - menjauhkan/memisahkan korban dari sumber listrik
    - memulihkan denyut jantung dan fungsi pernafasan melalui resusitasi jantung paru (jika diperlukan)
    - mengobati luka bakar dan cedera lainnya.

    Cara paling aman untuk memisahkan korban dari sumber listrik adalah segera mematikan sumber arus listrik. Sebelum sumber listrik dimatikan, penolong sebaiknya jangan dulu menyentuh korban, apalagi jika sumber listrik memiliki tegangan tinggi.
    Jika sumber arus tidak dapat dimatikan, gunakan benda-benda non-konduktor (tidak bersifat menghantarkan listrik; misalnya sapu, kursi, karpet atau keset yang terbuat dari karet) untuk mendorong korban dari sumber listrik. Jangan menggunakan benda-benda yang basah atau terbuat dari logam.
    Jika memungkinkan, berdirilah di atas sesuatu yang kering dan bersifat non-konduktor (misalnya keset atau kertas koran yang dilipat). Jangan coba-coba menolong korban yang berada dekat arus listrik bertegangan tinggi.

    Jika korban mengalami luka bakar, buka semua pakaian yang mudah dilepaskan dan siram bagian yang terbakar dengan air dingin yang mengalir untuk mengurangi nyeri.

    Jika korban pingsan, tampak pucat atau menunjukkan tanda-tanda syok, korban dibaringkan dengan kepala pada posisi yang lebih rendah dari badan dan kedua tungkainya terangkat, selimuti korban dengan selimut atau jaket hangat.

    Cedera listrik seringkali disertai dengan terlontarnya atau terjatuhnya korban sehingga terjadi cedera traumatik tambahan, baik berupa luka luar yang tampak nyata maupun luka dalam yang tersembunyi. Jangan memindahkan kepala atau leher korban jika diduga telah terjadi cedera tulang belakang.

    Setelah aman dari sumber listrik, segera dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi pernafasan dan denyut nadi.
    Jika terjadi gangguan fungsi pernafasan dan nadinya tidak teraba, segera lakukan resusitasi.
    Sebaiknya dicari tanda-tanda patah tulang, dislokasi dan cedera tumpul maupun cedera tulang belakang.

    Jika terjadi kerusakan otot yang luas, mungkin akan diikuti dengan kerusakan ginjal, karena itu untuk mencegah kerusakan ginjal, berikan banyak cairan kepada korban.

    Korban sambaran petir seringkali bisa disadarkan dengan resusitasi jantung paru.

    PENCEGAHAN
  • Jauhkan kabel listrik dari jangkauan anak-anak
  • Gunakan pengaman pada colokan listrik
  • Ajarkan kepada anak-anak mengenai bahaya dari listrik
  • Ikuti petunjuk pabrik jika menggunakan alat-alat elektronik
  • Hindari pemakaian alat listrik pada keadaan basah
  • Jangan pernah menyentuh alat listrik ketika sedang memegang keran atau pipa air
  • Untuk menghindari sambaran petir sebaiknya tidak berada di tempat terbuka (lapangan) dan segera mencari tempat perlindungan selama hujan turun (tetapi jangan berada dibawah pohon atau pelindung yang terbuat dari logam). Segera tinggalkan kolam renang, berada di dalam mobil akan lebih aman.