Sabtu, 28 Mei 2011

gila atau tidak?

Aku tahu ini adalah siang. Tapi kamu tahu?, tidak tahu juga tak mengapa koq. Itu urusanmu. Dan aku sadar aku telah mandi. Itulah yang menyebabkan aku untuk harus pergi ke kampus. Kampus hijau panggilannya. Tapi kalau kamu tidak pergi ke kampus denganku, itu juga urusanmu. Kupanggil adikku, Citra namanya. Maklumlah dia baru saja di wisuda dari kampusnya. Sedangkan aku belum, itu juga bukan urusanmu. “Tra, gue jalan dulu. Titip rumah jangan sampe lari.”,” iya bawel!”, itu kata Citra. Biarlah, itu panggilan sayang adikku padaku, bukan padamu.

Dan aku siapkan motorku, kunyalakan mesinnya seperti aku menyalakan lampu saja. Sampai dia berbunyi, itu tandanya bagus. Dan motorku suaranya berisik, maklumlah tidak aku silent. Aku naikkan motorku untuk kemudian aku jalankan. Tapi sebentar, aku meminta Pidi Baiq dari The Panas Dalam, Rolling Stones dan teman teman Sri Rejeki untuk menemaniku selama perjalanan nanti.

Jalanlah aku dengan motorku, sampai akhirnya berada di perempatan Garuda, Pidi Baiq menemaniku dengan Rohim. “Rohimmmm!!!!!!”, itu aku teriak dari motorku, mengikuti suara Pidi Baiq. Sampai akhirnya motor motor yang ada berdampingan denganku melihat ke arahku. “ sialan kau Rohim, kau punya utang sama aku 2 triliun, janjimu bulan ini mau dilunasin, tapi apa? Dasar lidah tak bertulang!. Mati saja kau Rohim!”, jelasku walaupun itu berbeda dengan lirik asli yang dibuat Pidi Baiq. Maaf Pak Haji, aku merubahnya, agar dengan itu semua harus menyangka, kalau aku sedang marah, bukan sedang mengikuti suaramu.

Dan siang itu memang sedang gelap, tapi kata orang yang ada di sebelahku dengan motornya, siang itu rasanya panas. Oh, maklumlah mungkin aku sedang memakai kacamata hitam waktu itu. Itu kulakukan bukan untuk gaya, walaupun itu bukan urusanmu. Tibalah aku di perempatan Cililitan. Cililitan yang katanya punya pusat grosir. Cililitan yang katanya punya terminal. “ Pak, maaf. Kalau mau ke Bandung lewat mana?”, aku bertanya pada pengendara motor sebelahku. “ Bandung?”, “ iya pak, Bandung”. “ Nah, mas salah jalan. Harus puter balik, lewat Bogor. Nanti kalau sudah di Bogor, mas tanya lagi aja, soalnya masih jauh juga.” Itu penjelasan dari bapak itu. “ baik pak, terima kasih. Motor saya parkir di PGC aja ya pak.nanti saya naik bis.” Jawabku itu, karena tadi aku melihat ada bis tujuan Bandung lewat Cililitan. “ terima kasih pak, semoga masuk surga dengan saya.”, “ iya sama sama”.

Akhirnya lampu hijau menyala juga. Menyebabkan aku harus mengebut motorku. Itu kulakukan agar si bapak tadi tidak mengikutiku ke Bandung. Maaf pak, bukan urusanmu untuk ke Bandung. Aihh, kulihat burung yang sedang terbang tinggi seperti mengejekku untuk bilang padaku bahwa lebih enak di udara, tidak ada macet. Tapi aku jawab perkataanmu wahai burung, lebih enak jadi diriku. Aku bisa mengendarai motor, tapi kamu tidak, payah!.

Waw, sudah jam 12.45 WIB. Itu aku tahu karena aku lihat jam tangan pengendara di sebelahku yang juga sedang diberhentikan oleh lampu merah di perempatan Utan Kayu. Aku lihat dari jauh ada seorang dengan pakaian robek dan sepertinya tanpa celana. Aku tanya sebelahku, “ itu yang di seberang siapa mas?”, tanyaku pada pengendara di sebelahku. “ hah? Yang mana? “, “ itu yang di seberang jalan, yang gak pakai celana”, “ itu orang gila mas.”, “ ohh.”.

Lampu hijau menyala dan aku menjalankan motorku, untuk kuberhentikan di depan orang yang dianggap gila tadi oleh orang yang di sebelah motorku tadi. “ halo bos, kalau ke Amerika lewat mana?”, itu tanyaku kepada orang yang kulihat berada di seberang jalan waktuku berhenti karena lampu merah tadi. “salah!” katanya sambil telunjuknya menunjuk ke a rah yang berlawanan dengan arahku. “ kalau ke Spain, lewat mana?”,”salah!” katanya sambil telunjuknya menunjuk ke arah yang sama, seolah olah dia berlaga seperti Patung Pancoran. Patung yang kata ibuku sejak aku lahir bergaya sama dengan sekarang yang pernah aku lihat. Tidak lelah ya?. “aduhh bos, ya sudah aku lurus saja. Terima kasih bos.” Sengaja aku tidak mengikuti perintahnya itu supaya aku tidak dianggap gila juga olehnya. Atau malah aku yang dianggap gila olehnya karena tidak ikuti perintahnya? Wallahu ‘alam.

Adi bobby

UNJ, Rabu 5 Januari 2011