Selasa, 31 Mei 2011

pengawal pribadi

“Jul, ada kerjaan gak? Kalau gak, ikut gue yuk. Kita ke Bandara, jemput teman lama. Dia baru datang dari Swiss.” Aku sms ke si Juli, temanku. Teman kuliahku. Dia imut orangnya. Kata orang awam yang gak mengenal dia. Tapi memang dia itu lah yang paling sabar diantara kami. Karena bahan yang enak untuk kami cengin adalah dia!.

“di mana lo?? Jadi gak??”, Juli sms saya, kira kira setelah 20 menit dari sms pertama saya tadi. “gak jadi Jul, udah keduluan Zaenab dan Sarah. Malu. Biarin aja, nanti kalau si Doel pergi lagi ke Swiss, baru kita anter. Setuju yaa?”. “sialan lo.” Itu balasan terakhir dari si Juli.

Dan asal kamu tahu kawan. Gara gara sms ajakan aku itu, dia sampai di kasih ongkos oleh bapaknya sebesar Rp. 20.000,-, agar dia bisa pergi dengan aman, sejahtera dan selamat sampai ke Bandara. Hmmm. Salah siapa coba sampai kayak gini?. Salah gue? Salah nenek moyang? Hah?. Julinya aja sih yang gak nonton film Si Doel Anak Sekolahan. Huh..!

Dan yang lebih parah, dia dan teman temanku, menyebut diriku Jadul. Aku bilang ya sama kalian. Bangsa yang paling besar adalah bangsa yang menghargai pendahulunya. Begitu orang bijak berbicara. Layaknya kalian bicara seperti itu, adalah seperti supir angkot saja. Selalu mencari penumpang baru. Penumpang yang lama di diamkan saja. Di ajak ngobrol juga enggak, di ajak nge-teh juga tidak. Ahh dasar, selalu sibuk mencari penumpang baru!

Dan daripada aku di rumah. Harus menunggu ini rumah. Yang dengan kepercayaanku sangat tinggi, mana mungkin dia (rumah) lari. Kalaupun dia lari, harus melewati jalan mana dia. Tidak ada jalan untuk rumah. Apalagi jalan tol. Jadi lebih baik aku tidak usah menunggu rumah. Lebih baik aku pergi ke Rawamangun sana. Ke tempat Universitas Negeri Jakarta berada.

Sedikitpun aku tidak bisa berbicara ketika memasuki gerbang kampus. Oh iya lupa, aku masih pakai helm.

Sesudahnya aku parkir motorku di depan Gedung Seni Rupa, dan kubuka helm, maka aku menghampiri 3 orang petugas parkir kampus. Pipin, Azis dan Bambang. “gek sibuk ora?”, itu tanyaku kepada Pipin tentang sedang sibuk atau tidak. “ora, meh opo Bob?”, artinya “tidak, kenapa sih?”. Itu jawab si Pipin. “kawal aku yo, ke Gedung Administrasi. Takut aku sendiri. Takut ditimpukin. Yaah”. Pintaku. “piye zis?”, eh, si Pipin malah nanya ke Azis. Gimana sih! “ayo dah.”, nah si Azis setuju, kawan.

Maka berangkatlah aku, ditemani oleh tiga orang pengawal. Hahahhaa. Berasa jadi artis. Aku berjalan di depan, dan si Pipin, Azis dan Bambang berjalan berdampingan di belakangku. Berjalan menyusuri lorong lorong kampus. Berjalan sambil menggoda dengan senyuman kepada mahasiswi mahasiswi yang kami temui. Menyapa dia, si Nana, pedagang asongan di kampus. Menggoda dia juga, seorang satpam yang aku tidak kenal namanya. “pak, ikut enggak? Kita ke Masjid, berdakwah”, pintaku kepada pak satpam. Aih, dia Cuma senyum aja. Hmm.

Sesampai di Gedung Administrasi, aku minta mereka untuk menunggu di depan. “tunggu sini dulu ya, mau menghadap bapak, mau menanyakan masalah SPP.” Pintaku kepada mereka bertiga. “siaap grraak!”, tegas si Pipin berbicara.

Akhirnya aku masuk ke dalam Gedung Administrasi untuk mengurus surat surat buat PKL. PKL itu Praktek Kerja Lapangan. Yang namanya praktek kerja ya di lapangan. Yang namanya lapangan pasti luas. Tapi ya sudah, gak usah diperdebatkan layaknya kasus korupsi yang menimpa negeri ini. Negeri yang gemah ripah loh jinawi. Negeri yang punya banyak pulau. Negeri yang bernenek moyang pelaut, tapi walaupun begitu saya tidak bisa berenang, dan si Riki, teman saya, tidak doyan makan ikan laut.

Maka ketika selesai, aku menghampiri Pipin, Azis dan Bambang, untuk selanjutnya aku berikan mereka masing masing Lima Ribu rupiah sebagai ongkos jalan.

Hahaha, liat betapa senangnya mereka. Betapa senyumnya aku, melihat suatu hal yang kata orang jelas bahwa perbuatan kami adalah suatu ketidakjelasan yang hakiki. Tetapi biarlah. Biarkan semua berbicara tentang sesuatu hal yang harus sesuai dengan pandangan umum, dan aku juga teman temanku dan mungkin Pipin, Azis dan Bambang akan selalu melakukan yang khusus. Agar dengan itu kami adalah makhluk yang super eksekutif.

Jakarta, Selasa akhir Mei 2011

Sedang menikmati hujan dari dalam rumah